“PEMILU” Apa yang terlintas di pikiran masyarakat
mengenai kata itu? Banyak yang mengatakan Pemilu adalah cara kita (rakyat) untuk
memberikan suara dalam pemilihan wakil rakyat. Sebentar lagi di tahun 2014
Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu untuk memilih wakil rakyat, presiden,
dan wakil presiden.
Dalam pemilu, setiap warga Negara berhak menggunakan
haknya untuk memilih dan dipilih. Yang dimaksud dengan hak dipilih bahwa setiap
warga Negara memiliki hak yang sama untuk dipilih menjadi wakil rakyat,
presiden, maupun wakil presiden. Dilihat dari kenyataan yang ada, dari tahun ke
tahun jumlah calon wakil rakyat semakin meningkat.
Hal ini menunjukan minat
masyarakat untuk berpartisipasi menjadi calon wakil rakyat semakin besar.
Kebebasan untuk dipilih tertera dalam UU No. 39/1999 tentang HAM, yaitu di pasal 43 yang
menyatakan: “Setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam Pemilu”.
Adapun pesyaratan untuk mencalonkan diri menjadi
calon wakil rakyat adalah sebagai berikut :
1.
Telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
2.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3.
Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.
Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.
5.
Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah,
sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau pendidikan lain yang
sederajat.
6.
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
7.
Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
8.
Sehat jasmani dan rohani.
9.
Terdaftar sebagai pemilih.
10.
Bersedia bekerja penuh waktu.
11.
Mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri
sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha
milik negara dan/atau badan usaha milik daerah atau badan lain yang anggarannya
bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri
yang tidak dapat ditarik kembali.
12.
Bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara,
notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), atau tidak melakukan pekerjaan
penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta
pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas,
wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bersedia untuk tidak
merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan
pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
13.
Menjadi anggota partai politik peserta Pemilu.
14.
Dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
15.
Dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah
calon wakil rakyat, jika dilihat dari sisi positifnya mungkin salah satu
alasanya untuk membenahi secara langsung tatanan pemerintahan yang kurang
“apik” salah satunya adalah banyaknya kasus korupsi yang belakangan sering
terjadi, namun jika dilihat dari sisi negatifnya apakah para calon wakil rakyat
ini benar – benar mangetahui seberapa besar tanggung jawab mereka terhadap bangsa
dan negara ketika mereka telah terpilih menjadi wakil rakyat? Baiklah, sekarang
kita tetap harus berpikir positif dalam kondisi apapun.
Hak rakyat untuk memilih dalam Pemilu, apakah
masyarakat harus memakai hak
pilihnya pada saat Pemilu? Ada yang pernah mengatakan seperti ini, “ Jika Anda
tidak menggunakan hak pilih pada saat Pemilu, maka Anda tidak berhak untuk
berkomentar atas kinerja pemerintahan 5 tahun kedepan.” Apakah ada kata atau
kalimat yang rancu? Memilih itu kewajiban atau hak rakyat? Sudah jelas
tercantum dalam UU
tentang Pemilu yaitu UU No.10/2008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang
berbunyi: “WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau
lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Memilih dalam Pemilihan
Umum itu adalah hak warga Negara. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen
tahun 1999-2002, juga mencantumkan hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan:
“Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali.”
Jadi,
apakah kesimpulannya rakyat memiliki kebebasan untuk menggunakan hak pilihnya
atau tidak dalam Pemilu? Memang benar. Namun, kita lihat dari akar
permasalahannya. Rakyat tidak akan pernah ‘golput’ (tidak menggunakan hak
memilih) jika calon – calon wakil rakyat itu sendiri mampu meyakinkan
masyarakat. Rakyat tentu melihat kondisi yang ada sekarang. Mungkin dengan
kondisi ini masyarakat merasa kecewa, sehingga menganggap siapapun yang akan
menjadi wakil rakyat akan berprilaku sama dengan yang terlebih dahulu.
Lalu apa yang
sebenarnya harus dibenahi? Seandainya kita benar - benar berpikir dari akar
permasalahan, ternyata ini semua dikarenakan karakter masyarakat yang ‘kurang
baik’. Seandainya ada makna tersirat dari kata “bebas dipilih” rakyat yang akan
mencalonkan diri menjadi calon wakil rakyat tidak boleh memiliki sifat tamak,
harus jujur, dan benar – benar mampu bekerja untuk rakyat. Masyarakat membutuhkan
aksi nyata dari wakil rakyat dan pemimpin.
Tentu rakyat sangat merindukan sosok
pemimpin yang benar – benar mengayomi mereka. Pemikiran rakyat mengenai
keraguan akan adanya pemimpin yang baik di Indonesia tentu bukan tanpa alasan.
Pemikiran tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilu, akankah
masyarakat memakai hak pilihnya?
Itu semua kembali kepada para calon wakil rakyat
untuk meyakinkan rakyat bahwa merekalah yang mampu membuat perubahan di
Indonesia ke arah yang jauh lebih baik. Kita semua tentu berharap akan lahir
pemimpin yang sebenarnya dibutuhkan di Negara kita tercinta Indonesia.